Mengajukan Interpelasi, adalah hal yang lumrah. Sebab merupakan hak konstitusional yang melekat pada setiap anggota DPRD saat menjalankan peran, tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Sehingga interpelasi bukanlah hal yang harus dimaknai sebagai peristiwa politik yang luar biasa.
Hal itu dikemukakan salah satu pimpinan DPW NasDem Gorontalo, Anthoni Karim menyikapi wacana pengajuan hak Interpelasi DPRD Provinsi Gorontalo, yang diajukan salah sseorang anggota DPRD setempat, Adhan Dambea.
Pengajuan penggunaan hak interpelasi atau permintaan keterangan itu, terkait dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI), yang mengungkap adanya kerugian keuangan negara pada APBD Provinsi Gorontalo, terkait proyek Gorontalo Outer Ring Road (GORR).
“Ngak usah Baper (bawa perasaan, red). Pengajuan interpelasi oleh DPRD ke Kepala Daerah itu merupakan hal lumrah. Yang tidak lumrah itu, justru sikap apriori terhadap mekanisme yang sudah diatur oleh perundang-undangan yang berlaku itu,” Ungkap Anthoni yang juga adalah mantan Ketua DPRD Kabupaten Bone Bolango itu.
Ia mengemukakan, pengajuan hak interpelasi oleh anggota DPRD merupakan indikator, DPRD telah bekerja dan menjalankan fungsinya sebagaimana amanah undang-undang.
“Buat apa undang-undang mengatur hak interpelasi anggota DPRD, jika kemudian ada persoalan yang perlu di tindak lanjuti oleh DPRD, justru hak itu tidak digunakan,” jelas Anthoni.
Interpelasi lanjut Anthoni, adalah sarana untuk mengkanalisasi issue-issue penting yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah agar mendapat titik kejelasan. Sehingga tidak menimbulkan persepsi keliru dikalangan masyarakat.
“Dengan interpelasi maka terjadi proses tabayun (kroscek), antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Sehingga issue yang berkembang di kalangan masyarakat, memiliki kanal dan keputusan politik yang dilahirkan melalui proses itu. Sehingga kegaduhan dikalangan masyarakat, tidak tambah gaduh,” tutup Anthoni.