JAKARTA - Wakill Ketua DPR RI, Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmad Gobel mengingatkan Kementerian Perdagangan agar bisa mengendalikan harga-harga barang kebutuhan masyarakat.
“Jangan dibiarkan harga terus melambung. Hidup rakyat kecil lagi susah. Tapi harga telur, minyak goreng, bawang, cabe, sayur, daging ayam, dan lain-lain malah naik melangit,” ungkap Gobel dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/1).
Seperti diberitakan di berbagai media, harga-harga barang kebutuhan sehari-hari terus naik sejak Desember 2021, seperti harga minyak goreng, telur, dan bawang.
“Padahal Indonesia itu kan sumber minyak goreng dunia. Kan aneh jika kita tak bisa mengendalikannya. Bawang pun sudah dibanjiri impor. Berarti ada mekanisme yang tidak bekerja,” tandas legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu.
Gobel menegaskan, pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Maret 2020 dan masih terjadi hingga saat ini paling berdampak terhadap rakyat kecil. Hal itu bisa dilihat pada situasi di pasar-pasar, di supermarket, jumlah kucuran kredit untuk usaha mikro, maupun pada tutupnya usaha mikro.
“Banyak orang kehilangan pekerjaan atau usahanya bangkrut. Jika situasi ini ditambah dengan beban kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari maka mereka bisa gepeng,” katanya.
Karena itu, Gobel menyarankan agar Kementerian Perdagangan bisa koordinasi dan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait untuk mengendalikan harga, misalnya dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
“Ini soal personal approach (pendekatan), keterampilan manajerial, dan kepemimpinan saja. Jika hal itu dilakukan maka masalah harga barang kebutuhan rakyat bisa diatasi dengan baik,” katanya.
Gobel juga menyatakan bahwa pada 2022 ini sejumlah tarif dan harga sejumlah kebutuhan diinformasikan akan naik seperti harga gas LPG, tarif listrik, tarif tol, cukai rokok, bahkan ada rencana menghapus premium dan pertalite.
“Semua itu pasti akan berdampak terhadap kenaikan harga barang-barang kebutuhan sehari-hari. Jadi jika tak ada upaya serius dan permanen dalam pengendalian harga, maka rakyat kecil tak mendapat perlindungan dari pemerintah,” katanya.
Pada sisi lain, tambah Gobel, lahirnya Permendag No 20 Tahun 2021, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, justru menghapus elemen koordinasi Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Teknis.
“Misalnya soal penghapusan perlunya rekomendasi dari Kementerian Pertanian untuk izin impor bawang putih. Padahal Kementan yang mengetahui pertanian bawang putih dan juga memiliki program perluasan dan peningkatan hasil pertanian bawang putih. Pencabutan rekomendasi itu jadi menegasikan kerja Kementerian Teknis. Ini satu contoh saja,” katanya.
Karena itu, Gobel menyarankan agar Permendag tersebut untuk diperbaiki dengan memperkuat aspek koordinasi dengan kementerian terkait.
“Semua hal saling terkait. Jadi jangan jalan sendiri saja,” katanya.
Lebih lanjut Gobel mengatakan bahwa pemerintah agar mewaspadai laju inflasi. Menurutnya, laju inflasi 2021 cukup terkendali, namun dorongan terhadap kenaikan harga-harga dalam beberapa bulan terakhir ini harus diwapadai agar tidak terus berlanjut. Ini penting agar tidak semakin memberatkan ekonomi sebagian besar masyarakat yang masih sepenuhnya pulih.
“Secara umum laju inflasi tahun lalu memang cukup terkendali, namun kalau dilihat lebih rinci ada yang harus diwaspadai, yaitu terjadi kenaikan inflasi yang signifikan pada kelompok makanan dan minuman sampai saat ini. Trend ini harus dikendalikan agar tidak terus berlanjut,” katanya.
BPS mengumumkan, inflasi tahunan atau year on year (yoy) pada Desember 2021 tercatat 1,87%. Kontribusi terbesar berasal dari kenaikan harga pada kelompok makanan dan minuman yang mengalami inflasi sebesar 3,20%.
Kenaikan ini terutama sangat dirasakan dalam dua bulan terkhir, dimana Indeks Harga Konsumen (IHK) di kelompok makanan dan minuman ini, masing-masing naik 0,84% pada November dan 1,61% pada Desember.
Menurut BPS, komoditas yang dominan memberikan andil atau sumbangan terhadap inflasi dalam dua bulan terakhir adalah cabai rawit, minyak goreng, telur ayam ras, daging ayam ras, cabe merah, ikan segar, beras, bayam, kangkung, bawang merah.
Dari pantauan sejumlah media di pasar-pasar di sejumlah daerah, harga komoditas makanan dan minuman itu masih jauh di atas harga eceren tertinggi (HET) atau harga acuan penjualan (HAP) yang ditentukan pemerintah.
Seperti dikutip kantor berita Antara dari data panel harga pangan laman Logistik Pangan Kementerian Pertanian, rata-rata harga cabe rawit merah rata-rata masih Rp 85. 000 per kg, jauh dari HET yaitu Rp 32.000 per kg. Bahkan di sejumlah daerah seperti Kalimantan Barat harga cabe rawit masih berada di Rp 123.450 per kg.
Harga minyak goreng kemasan sederhana per 3 Januari 2022 rata-rata berada di kisaran Rp 19.000 per liter di seluruh provinsi Indonesia. Harga ini 25% lebih tinggi di atas HET sebesar Rp 11.000 per liter. Kenaikan harga minyak goreng kemasan sudah terjadi sejak pertengahan tahun 2021 menyusul naiknya harga minyak sawit mentah atau CPO di tingkat global.
Selain itu, harga telur juga masih 10%-20% di atas HET. Secara nasional rata-rata telur saat ini berada di Rp30.000 per kg. Bahkan di sejumlah daerah seperti Nusa Tenggara Timur harga komoditas ini masih sangat tinggi Rp 36.480 per kg.
Menurut Gobel, meskipun kenaikan harga-harga ini bisa diartikan sebagai indikator meningkatnya permintaan akibat membaiknya perekonomian, namun trend yang tengah berlangsung juga mengindikasikan masalah di sektor suplai.
Kenaikan harga tidak bisa hanya dilihat dari meningkatnya permintaan, tapi juga karena ada masalah di sisi suplai atau distribusi. Kalau kenaikan harga akibat peningkatan permintaan pada akhir tahun, kenaikan harga normalnya sekitar 10%-15% dan ini berlangsung dalam waktu yang singkat.
“Kalau dilihat dari data, kenaikan harga komoditas pangan dan minuman sudah jauh sekali dari HET dan sudah berlangsung cukup lama, sekitar 2 bulan bahkan lebih,” katanya.
Gobel juga mengingatkan, tiga bulan mendatang masyarakat juga akan merayakan hari besar keagamaan yaitu puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Jika kenaikan harga saat ini tidak bisa segera dikendalikan, bisa dibayangkan harga komiditas pangan akan semakin melejit dan ini tentu semakin memberatkan masyarakat, terutama yang berpenghasilan tetap seperti karyawan dan pegawai negeri sipil.
“Kenaikan upah tahun ini kan tidak besar, kalau harga-harga bahan pokok tidak turun-turun, tentu akan memberatkan masyarakat pekerja,” ujarnya.
Selain itu, katanya, kenaikan harga-harga kebutuhan sehari-hari juga bisa dimanfaatkan sebagian orang untuk melakukan impor.
“Padahal intinya pada masalah koordinasi dan kemauan para pemangku kepentingan untuk bekerja lebih baik lagi,” pungkas Gobel. (RO/Nasihin/*)