JAKARTA - Rapat gabungan DPR RI dengan beberapa menteri membahas masalah pangan diundur karena Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi tidak hadir. Rapat tersebut dijadwalkan digelar pada Kamis (17/2), melibatkan Komisi IV, VI, dan Komisi VII DPR dengan Menteri Perdagangan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, dan Menteri ESDM.
“Rapat kita undur karena Menteri Perdagangan tidak hadir. Padahal menteri-menteri yang lain sudah hadir semua. Mereka juga ada acara dan membatalkannya hanya untuk hadir di rapat yang sangat penting ini, karena menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia. Tentu sikap Menteri Perdagangan ini mengecewakan dan kami sesalkan,” kata Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Rachmad Gobel yang memimpin rapat tersebut, Kamis (17/2).
Gobel mengatakan, rapat gabungan itu diadakan untuk mencari solusi atas kenaikan terus menerus harga-harga barang kebutuhan pokok yang menjadi hajat hidup rakyat. Mulai dari harga minyak goreng, dan kini harga kacang kedelai. Sebelum itu juga kenaikan harga gula, telur ayam, daging ayam, bawang putih, dan lain-lain. Hal itu terjadi sejak 2021 dan berlanjut hingga kini.
Selain itu, tambah Gobel, rapat juga untuk mencari solusi tentang kelangkaan dan ketersediaan pangan. Juga akan dibahas masalah pupuk untuk pertanian, strategi pertanian, dan industri pangan.
“Apalagi sebentar lagi masuk Ramadan dan lebaran. Soal pangan ini juga bisa berdampak pada inflasi, ketenagakerjaan, dan kemiskinan. Selain tentu masalah perut semua orang,” tandas Legislator NasDem itu.
Setelah membuka rapat, Gobel meminta pendapat masing-masing komisi atas ketidakhadiran Menteri Perdagangan tersebut. Sebelum itu, ia membacakan surat dari Menteri Perdagangan tentang alasan ketidakhadirannya, yaitu ada acara lain yang tidak bisa dibatalkan. Tak disebutkan acara tersebut.
Menanggapi hal itu, Dedi Mulyadi dari Komisi IV DPR mengusulkan agar rapat ditunda. ‘’Karena tak ada Menteri Perdagangan. Padahal di situ intinya,” katanya.
Sedangkan dari Komisi VI DPR, Gde Sumarjaya Linggih, menyatakan setuju rapat ditunda. ‘’Ini masalahnya di Kementerian Perdagangan. Kementerian lain hanya penunjang. Ini menyangkut sembilan bahan pokok,” katanya.
Dari Komisi VII DPR, Maman Abdurrahman, juga menyatakan setuju ditunda. ‘’Tapi tidak bisa menunggu setelah masa reses. Ini masalah mendesak,” katanya.
Setelah mendengar pendapat dari masing-masing komisi dan berdiskusi dengan pimpinan tiga komisi yang duduk di kursi pimpinan sidang, Gobel mengetuk palu menunda rapat gabungan. Namun Dedi Mulyadi menginterupsi. “Perlu ada tindakan terhadap menteri yang tidak hadir ini,” katanya.
Setelah rapat selesai, para pimpinan komisi dan anggota DPR menyampaikan kekecewaan dan kekesalannya terhadap ketidakhadiran Menteri Perdagangan.
Gobel mengatakan, sebetulnya tiga menteri yang lain juga memiliki agenda lain. Namun karena mereka sependapat dengan DPR bahwa masalah pangan sangat penting maka mereka memilih hadir dalam rapat gabungan tersebut.
“Menjadi pejabat negara itu harus memiliki hati nurani. Karena itu kita membuat rapat ini untuk mencari solusinya. Pengrajin tahu dan tempe sudah mengancam akan mogok produksi karena harga kacang kedelai naik terus. Dari harga Rp8.500 per kg sekarang sudah lebih dari Rp 11 ribu. Ini ada apa? Masa tidak ada solusi,” kata Gobel.
Menurut Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu, soal pangan tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga tapi lintas sektoral.
“Karena itu kita membuat rapat gabungan. Soal kedelai itu dulu Indonesia pernah swasembada. Mengapa sekarang 80 persen impor? Mengapa petani bisa kapok menanam kedelai? Pasti ada sebabnya,” katanya.
Soal minyak goreng, tambahnya, hingga kini masih belum selesai karena masih langka dan mahal padahal sudah ada subsidi.
“Ini semua butuh penjelasan dari pemerintah, terutama Menteri Perdagangan. Kita bahas, kita cari solusinya bersama. Tapi ini malah tidak hadir. Tentu mengecewakan,” katanya.
Persoalan pangan Indonesia, tandas Gobel, harus bisa berdaulat karena jumlah penduduk Indonesia sangat besar.
“Tak bisa terus bergantung pada negara lain. Presiden Jokowi sudah benar memiliki visi Trisakti, yang salah satunya mandiri di bidang ekonomi. Salah satunya soal pangan ini. Jadi jangan sampai menterinya tak mau atau tak mampu mewujudkannya. Tanah Indonesia luas dan subur, petaninya pun rajin. Jadi aneh jika Indonesia tak bisa berdaulat pangan,” pungkasnya.(*)