JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengkritik kebijakan pemerintah yang menggelontorkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung.
Alih-alih digunakan untuk membiayai proyek kereta api cepat menurutnya, APBN sebaiknya difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru.
“Soal kereta api cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business,” katanya dikutip dari Antara, Minggu (31/10/2021).
Diketahui, China berhasil memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta api cepat sepanjang 142,3 km tersebut dengan proposal sebesar 5,5 miliar dollar AS, sementara Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS.
Ia menjelaskan, China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business.
Namun kemudian biayanya membengkak menjadi 6,07 miliar dolar AS, dan kini bengkak lagi menjadi 7,97 miliar dolar AS.
“Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik,” kata Rachmat Gobel.
Menurutnya, agar Indonesia konsisten dengan skema business to business, maka pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI.