Hari ini, Gorontalo memperingati Hari Patriotik 23 Januari 1942 Ke-79. Momentum yang punya arti penting bagi harkat dan martabat rakyat Gorontalo.
Sebuah fase dalam sejarah yang menunjukkan betapa heriok dan patriotnya para tokoh pejuang kita, mengaktualisasikan rasa cintanya kepada tanah airnya.
Momentum yang mestinya menjadi sarana pembelajaran tentang bagaimana sebuah generasi membentuk masa depan Gorontalo, untuk di wariskan kepada generasi penerusnya.
Sayangnya semangat patriotik yang telah ditunjukkan oleh para tokoh pejuang patriotik 23 Januari 1942 itu, perlahan mulai luntur seiring waktu berlalu.
Semangat berjuang untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan kaum penjajah. Berganti semangat ber-uang dengan menghalalkan korupsi sebagai jalan pilihan.
Perilaku korup, itu telah mengantarkan Gorontalo, masuk dalam deratan provinsi dengan jumlah persentase penduduk miskin terbesar ke-5 di Indonesia. Akibat mental culas dan rakus oknum pejabat yang suka memperkaya diri dengan cara korupsi.
Proyek dicipta untuk alasan menjawab masalah rakyat. Justru dijadikan ladang korupsi, untuk meraih reputasi dan pengakuan status sosial, oleh oknum pejabat yang berobsesi ingin desebut sebagai orang kaya.
Mental korup oknum pejabat telah merubah semangat dan orientasi pembangunan, tak lagi mengakar pada pemenuhan kebutuhan untuk memperkuat struktur pondasi perekonomian rakyat.
Menyikapi momentum Hari Patriotik 23 Januari 1942 Ke-79, Wakil Ketua DPR-RI Rachmat Gobel berharap momentum ini, tidak hanya sebatas perayaan ceremoni semata. Melainkan menjadi sarana kontemplasi dan titik balik bagi Gorontalo untuk bangkit kembali, menjadi provinsi terdepan di Indonesia.
“Sejarah telah mencatat. Di tanah Gorontalo, proklamasi kemerdekaan Indonesia itu pertama kalinya di kumandangkan. Fakta sejarah itu menjadi bukti, Gorontalo pernah menjadi daerah terdepan di Indonesia. Dan kita bisa mengulanginya jika kita mau bekerja bersungguh-sungguh dengan niat suci dan dilandasi hati yang tulus,” ungkap penerima gelar Adat Ti Bulilango Hunggia atau sang pemberi cahaya negeri itu.
Perilaku korup oknum pejabat lanjut Gobel, menjadi faktor penghambat utama pelaksanaan pembangunan mencapai tujuannya dengan baik. Karenanya, tantangan Gorontalo saat ini dan kedepan, adalah menghilangkan budaya korupsi di tubuh pemerintahan.
“Masyarakat ingin agar pemerintah pusat mengucurkan banyak proyek di Gorontalo. Tentu kita harus bisa meyakinkan pemerintah pusat, proyek itu tidak akan di korupsi. Karena selain merugikan keuangan negara, juga akan membuat masalah di kementrian yang memberikan proyek itu. Dan itu akan merugikan reputasi Gorontalo di mata kementrian,” jelas Gobel.
Karenanya Gobel berharap, momentum ini harus dijadikan sebagai momentum perjuangan bagi selurh stake holder, untuk membebaskan Gorontalo dari belenggu korupsi.
“Seorang patriot itu sangat mencitani tanah air dan rakyatnya, makanya mereka benci dengan korupsi,” tutup Gobel.